Sharing - Forum - Interaksi - Materi Manajemen - Materi Matematikaria

My Activities

The Long Life Education

My Activities

The Long Life Education

My Activities

The Long Life Education

My Activities

The Long Life Education

My Activities

The Long Life Education

Rabu, 25 Mei 2011

The type of the Teacher

Di Hari Pendidikan lalu, saya bertemu dua jenis guru. Guru pertama adalah guru kognitif, sedangkan guru kedua adalah guru kreatif. Guru kognitif sangat berpengetahuan.Mereka hafal segala macam rumus, banyak bicara, banyak memberi nasihat, sayangnya sedikit sekali mendengarkan.

Sebaliknya, guru kreatif lebihbanyaktersenyum,namun tangan dan badannya bergerak aktif. Setiap kali diajak bicara dia mulai dengan mendengarkan, dan saat menjelaskan sesuatu, dia selalu mencari alat peraga.Entah itu tutup pulpen, botol plastik air mineral,kertas lipat,lidi,atau apa saja. Lantaran jumlahnya hanya sedikit, guru kreatif jarang diberi kesempatan berbicara. Dia tenggelam di antara puluhan guru kognitif yang bicaranya selalu melebar ke mana-mana. Mungkin karena guru kognitif tahu banyak, sedangkan guru kreatif berbuatnya lebih banyak.

Guru Kognitif

Guru kognitif hanya mengajar dengan mulutnya.Dia berbicara panjang lebar di depan siswa dengan menggunakan alat tulis. Guru-guru ini biasanya sangat bangga dengan murid-murid yang mendapat nilai tinggi. Guru ini juga bangga kepada siswanya yang disiplin belajar, rambutnya dipotong rapi, bajunya dimasukkan ke dalam celana atau rok, dan hafal semua yang dia ajarkan. Bagi guru-guru kognitif, pusat pembelajaran ada di kepala manusia, yaitu brain memory.Asumsinya, semakin banyak yang diketahui seseorang, semakin pintarlah orang itu.

Dan semakin pintar akan membuat seseorang memiliki masa depan yang lebih baik. Guru kognitif adalah guruguru yang sangat berdisiplin. Mereka sangat memegang aturan, atau meminjam istilah para birokrat (PNS),sangat patuh pada ”tupoksi”.Saya sering menyebut mereka sebagai guru kurikulum. Kalau di silabus tertulis buku yang diajarkan adalah buku ”x” dan babbab yang diberikan adalah bab satu sampai dua belas,mereka akan mengejarnya persis seperti itu sampai tuntas.

Karena ujian masuk perguruan tinggi adalah ujian rumus, guru-guru kognitif ini adalah kebanggaan bagi anakanak yang lolos masuk di kampus-kampus favorit.Kalau sekarang, mereka adalah kebanggaan bagi siswa-siswa peserta UN. Sayangnya, sekarang banyak ditemukan anak-anak yang cerdas secara kognitif sulit menemukan ”pintu” bagi masa depannya.Anak-anak ini tidak terlatih menembus barikade masa depan yang penuh rintangan, lebih dinamis ketimbang di masa lalu, kaya dengan persaingan, dan tahan banting.

Saya sering menyebut anakanak produk guru kognitif ini ibarat kereta api Jabodetabek yang hanya berjalan lebih cepat daripada kendaraan lain karena jalannya diproteksi,bebas rintangan. Beda benar dengan kereta supercepat Shinkanzen yang memang cepat. Yang satu hanya menaruh lokomotif di kepalanya,sedangkan yang satunya lagi, selain di kepala, lokomotif ada di atas seluruh roda besi dan relnya.

Guru Kreatif

Ini guru yang sering kali dianggap aneh di belantara guru-guru kognitif.Sudah jumlahnya sedikit, mereka sering kali kurang peduli dengan tupoksi dan silabus. Mereka biasanya juga sangat toleran terhadap perbedaan dan cara berpakaian siswa. Tetapi, mereka sebenarnya guru yang bisa mempersiapkan masa depan anak-anak didiknya.Mereka bukan sibuk mengisi kepala anak-anaknya dengan rumus-rumus, melainkan membongkar anak-anak didik itu dari segala belenggu yang mengikat mereka.

Belenggu- belenggu itu bisa jadi ditanam oleh para guru, orang tua, dan tradisi seperti tampak jelas dalam membuat gambar (pemandangan, gunung dua buah, matahari di antara keduanya, awan, sawah, dan seterusnya). Atau belenggu-belenggu lain yang justru mengantarkan anak-anak pada perilaku-perilaku selfish, ego-centrism,merasa paling benar,sulit bergaul, mudah panik, mudah tersinggung, kurang berbagi, dan seterusnya.

Guru-guru ini mengajarkan life skills, bukan sekadar soft skills, apalagi hard skill. Berbeda dengan guru kognitif yang tak punya waktu berbicara tentang kehidupan, mereka justru bercerita tentang kehidupan (context) yang didiami anak didik. Namun, lebih dari itu, mereka aktif menggunakan segala macam alat peraga. Bagi mereka, memori tak hanya ada di kepala, tapi juga ada di seluruh tubuh manusia.

Memori manusia yang kedua ini dalam biologi dikenal sebagai myelin dan para neuroscientistmodern menemukan myelin adalah lokomotif penggerak (muscle memory). Di dalam ilmu manajemen, myelin adalah faktor pembentuk harta tak kelihatan (intangibles) yang sangat vital seperti gestures, bahasa tubuh, kepercayaan, empati, keterampilan,disiplin diri,dan seterusnya.

Saat bertemu guru-guru kognitif, saya sempat bertanya apakah mereka menggunakan alat-alat peraga yang disediakan di sekolah? Saya terkejut, hampir semua dari mereka bilang tidak perlu, semua sudah jelas ada di buku. Beberapa di antara mereka bahkan tidak tahu bahwa sekolah sudah menyediakan mikroskop dan alatalat bantu lainnya. Sebaliknya,guru-guru kreatif mengatakan: ”Kalau tidak ada alat peraga,kita akan buat sendiri dari limbah.

Kalau perlu, kita ajak siswa turun ke lapangan mengunjungi lapangan. Kalau tak bisa mendatangkan Bapak ke dalam kelas, kita ajak siswa ke rumah Bapak,”ujarnya. Saya tertegun. Seperti itulah guru-guru yang sering saya temui di negara-negara maju. Di negara-negara maju lebih banyak guru kreatif daripada guru kognitif. Mereka tak bisa mencetak juara Olimpiade Matematika atau Fisika,tetapi mereka mampu membuat generasi muda menjadi inovator, entrepreneur, dan CEO besar.

Mereka kreatif dan membukakan jalan menuju masa depan. Saat membuat disertasi di University of Illinois, para guru besar saya bukan memaksa saya membuat tesis apa yang mereka inginkan, melainkan mereka menggali dalam-dalam minat dan objektif masa depan saya. Sewaktu saya bertanya, mereka menjawab begini: ”Anda tidak memaksakan badan Anda pada baju kami, kami hanya membantu setiap orang untuk membuat bajunya sendiri yang sesuai dengan kebutuhannya.” Selamat merayakan Hari Pendidikan dan jadilah guru yang mengantarkan kaum muda ke jendela masa depan mereka.

Selasa, 17 Mei 2011

Woooooooow, KABAR GEMBIRA BAGI PENGAJAR RSBI

Penggunaan Bahasa Inggris menjadi salah satu syarat dalam penyelenggaraan Rintisan Sekolah Bertaraf Internasional (RSBI). "Bahasa Inggris hanya salah satu upaya kita untuk menunjukkan kalau memang sekolahnya bertaraf internasional. Komunikasi internasional itu Bahasa Inggris, jadi harus dimulai," ujar Wakil Menteri Pendidikan Nasional Fasli Jalal, seusai memberikan paparan dalam simposium bertema RSBI, (09/03/2011), di Hotel Atlet Century, Senayan.
Berdasarkan evaluasi yang telah dilakukan Kementerian Pendidikan Nasional, tingkat kemampuan berbahasa Inggris tenaga pendidik di sekolah RSBI masih rendah. Terutama bagi pengajar matematika dan ilmu pengetahuan alam (IPA). Ditemukan adanya kesulitan mentransfer ilmu dari guru matematika dan guru IPA kepada anak didiknya, jika mereka menggunakan Bahasa Inggris saat mengajar.
Dia menjelaskan, fakta ini tidak hanya ditemukan di Indonesia. Bahkan di beberapa negara non-Bahasa Inggris, yang sudah lebih dulu menyelenggarakan RSBI, memiliki kesulitan ini. Namun Wamendiknas berharap hal ini tidak menjadi hambatan yang berkepanjangan. "Kita kan masih baru. Saya pikir terlalu dini jika kita sudah mengatakan ini gagal total," ujarnya.
Karena itu, pemerintah akan memberikan beasiswa S2 kepada guru-guru yang mengajar di RSBI, terutama guru matematika dan IPA. Beasiswa S2 itu bisa berupa beasiswa untuk subjek mata pelajaran yang mereka pegang, bisa juga S2 untuk Bahasa Inggris. "Sehingga konten dia naik, juga kemampuan men-deliver pelajaran dalam Bahasa Inggris juga baik," ucap Wamendiknas.
Saat ini RSBI masih menggunakan dua bahasa, yaitu Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris. Penggunaan bahasa di dalam kelas diserahkan sepenuhnya kepada guru. Bagi yang mampu berbahasa Inggris, bisa menggunakan Bahasa Inggris. Namun yang belum mampu, bisa menggunakan Bahasa Indonesia.

Rabu, 04 Mei 2011

Bagaimanakah Masalah yang di hadapi "RSBI's Teacher"


Penyelenggaraan RSBI didasari oleh filosofi eksistensialisme dan essensialisme. Eksistensialisme memiliki arti bahwa pendidikan harus mengembangkan eksistensi peserta didik secara optimal melalui fasilitas yang dilaksanakan dengan proses pendidikan yang bermartabat, pro-perubahan, kreatif, inovatif dan eksperimentatif. Essensialisme memandang bahwa pendidikan harus relevan dengan kebutuhan baik individu, keluarga maupun masyarakat. Pendidikan harus mampu menyiapkan sumber daya yang siap bersaing  dengan bangsa lain di dunia.
Untuk menyiapkan sumber daya manusia yang berdaya saing, pemerintah berupaya menyelenggarakan sekolah bertaraf internasional. Munculnya RSBI di setiap kabupaten/kota sesuai dengan amanat UU No. 20 tahun 2003, Pasal 50 ayat (3).“pemerintah dan atau pemerintah daerah menyelenggarakan sekurang-kurangnya satu satuan pendidikan pada semua jenjang pendidikan untuk dikembangkan menjadi satuan pendidikan bertaraf internasional”.
 Penyelenggaraan RSBI di tiap kabupaten atau kota  di Jawa barat saat ini  bukan tanpa persoalan. Disatu sisi, RSBI diharapkan mampu menjawab tantangan zaman yang diakibatkan arus globalisasi,  disisi lain RSBI memiliki kendala lebih besar  kepada kesiapan  sumber  daya manusia, yaitu  guru.  Guru RSBI harus mampu menguasai bahasa inggris  dan menguasai  model-model  pembelajaran sesuai dengan karakteristik SBI.  
 Sebenarnya kesulitan guru bukan pada penguasaan Bahasa Inggrisnya, namun kesulitan  itu  lebih besar kepada bagaimana merubah kebiasaan dari mengajar menggunakan bahasa Indonesia menjadi menggunakan Bahasa Inggris. Disinilah perlu strategi, jika bahan ajar tidak dimengerti oleh siswa maka sebaiknya guru segera kembali menyampaikan pembelajaran dengan menggunakan bahasa Indonesia karena kemampuan peserta didik di kelas berbeda  dan pembelajaran harus memperhatikan perbedaan tersebut. 
Peserta didik sebaiknya diperlakukan secara maksimal dalam mengaktualisasikan potensi intelektual, emosional dan spiritual. Disinilah, guru  perlu memiliki kompetensi untuk meningkatkan mutu pembelajaran didalam kelas.  Guru dituntut untuk lebih memahami PBM Yang pro perubahan yaitu proses belajar mengajar yang mampu menumbuhkan daya kreasi, inovasi dan nalar siswa serta tidak tertambat pada tradisi dan kebiasaan proses belajar yang mementingkan  memorisasi dan recall.
Tantangan itu adalah bagaimana guru mempersiapkan bahan ajar yang bermutu sesuai standar SBI.  Guru  tentu harus memiliki motivasi  tinggi untuk terus mengembangkan kompetensi dan memiliki kreasi serta  inovasi dalam pembelajaran.  Kenapa demikian ? karena banyak Kegiatan guru yang perlu disiapkan diantaranya adalah ;  
Pertama :  membuat silabus, RPP dan pemetaan SK - KD dalam bahasa inggris serta menguasai pelajaran yang merupakan pengembangan  SK-KD dari standar Isi. Kedua, Guru mampu menerapkan prinsip-prinsip belajar, model, metode dan pendekatan  yang sesuai dengan tuntutan SBI. Serta dapat mengaktualisasikan learning to know, learning to do, learning to live together dan learning to be kedalam pembelajaran  Ketiga, memahami dan melaksanakan empat kompetensi guru sebagai bukti bahwa guru telah memenuhi persyaratan sebagai pendidik professional  dan telah memiliki sertifikat pendidik.
Keempat , menguasai ICT dan dapat berkomunikasi dalam bahasa Inggris Sebagai ciri  keinternasionalan. Guru  RSBI dipersyaratkan untuk  menguasai ICT  dan bahasa inggris sehingga pembelajaran  di kelas  berbasis  ICT dengan pengantar bahasa inggris. Kelima, guru mampu mengetahui karakteristik siswa sehingga tidak membedakan antara siswa RSBI dan non RSBI, karena semua itu hanya akan menimbulkan kecemburuan antar siswa  di sekolah . @  Semoga

Share

Twitter Delicious Facebook Digg Stumbleupon Favorites More